Adapoen jang dinamai Mandailing itoe, adalah terbahagi atas doea bahagian: pertama Groot Mandailing dan Patang Natal: kedoea Klein Mandailing Oeloe dan Pakantan. Djoega radja radja pada kedoea loehak itoe berbahagi atas doea soekoe; jaitoe, radja radja Mandailing Besar bersoekoe “Nasoetion”, (nasaktion): ertinja soekoe kiramat, di Mandailing ketjil ialah soekoe (Loebis), maka nama soekoe loebis itoe, jang diambilnja dari pada nama sesaorang orang Poelau Soeloe namanja Si Angin Boegis, klak akan datang bitjaranja. Sekarang soedah 17 soendoet orang, telah laloe, adalah kedapatan diloehak Mandailing ini, doea radja yang termasjhoer; pertama Soetan Perampoen di Padang Garoegoer; kedoea Soetan Poeloengan di Oeta Bargot. Alkesah terseboetlah soeatoe riwajat, pada soetoe hari, pergilah Soetan Poeloengan radja Oeta Bargot jang terseboet berboeroe roesa, dengan beberapa pengiringnja. Takdir Allah menjalaklah andjingnja, jang bernama Sampaga-Toea, maka bereboetlah segala pengiringnja mengedjar perboeroean itoe, tiba tiba dilihat merikaitoe kiranja saorang anak laki-laki jang disalak andjing itoe, terletak diatas batoe, jang diboengkoes dengan kain soetera pelangi, dibawah sepoehoen kajoe beringin. Maka anak itoepoen diambil oranglah dan dibawak kepada Soetan Poeloengan, selaloe dibawak poelang ke kampoeng dan diberikan kepada saorang boedak perampoean namanja Saoewa, maka dipiaranjalah anak itoe dengan sepertinja.
Kata setengah riwajat, sebab si Saoewa tiada mempoenjai ajer soesoe, maka di soesoekannjalah anak itoe kepada saekor ……. jang sedang menjoesoekan anaknja, tempat itoe di namai (baoeroar), sebab itoelah anak itoe dinamai Nabaoeroar, tetapi setengah riwajat Nabaoeroar itoe diambil dari pada nama saorang laki laki jang didjadikan pengasoehnja anak itoe, maka Nabaoeroarpoen semakin hari semakin besar. Kata sehiboelhikajat, Soetan Poeloengan ada mempoenjai saorang anak laki laki jang sama besar dan seroepa dengan Nabaoeroar, baq pinang dibelah doea, sebab itoelah atjap kali orang kampoeng dan hamba hambanja, sesat memberi hormat dan memberi makan, oleh kerena itoelah mendatangkan tjimboeroe kepada Soetan Poeloengan dan isterinja. Hatta pada soeatoe hari, waktoe Soetan Poeloengan hendak menegakkan astana, maka diparentahkanja, soepaja Nabaoeroar dijadikan alas tiang di bosoer (tiang toea) astana itoe, dan diberi bertanda dengan tjoreng sadah dikenang Nabaoeroar.
Takdir Allah anak Soetan Poeloengan menjoreng keningnja poela dengan sadah, seperti tjoreng kening Nabaoeroar. Setelah Si Saoewa mendengar chabar behasa Nabaoeroar akan didjadikan alas tiang toea astana, maka dengan segira dibawaknja lari anak itoe dan bersemboeni pada seboeah dangau sawah jang tinggal, jang soedah dipaloet oleh akar-akar. Djadi ditangkap oranglan anak Soetan Poeloengan sselaloe dialaskannjalah ke tapakan tiang astanah roemah gedang, hingga mati. Waktoe hendak makan, riboetlah orang mentjahari anak Soetan Poeloengan itoe, maka tetekala ketahoean bahoea jang dialaskan itoe anak Soetan Poeloengan, maka orang tjarilah Nabaoeroar, tetekala merikaitoe sampai hampir dengau tadi, maka barboenilah boeroeng ketitiran diboeboengan dengan dangau itoe, djadi pada persangkaan orang itoe, tentoe tiada orang disitoe, bila beorang, njatalah ketitiran itoe, tiada berani hinggap di sitoe, maka kembalilah merikaitoe, sebab itoelah segala ketoeroenan Nabaoeroar marsabang (berpantang) makan boeroeng ketitiran, sampai kepada masa ini. Sjahdan nabaoeroarpoen dibawak lari oleh si Saoewah ke seberang Aek Gadang (Batang Gadis) sehingga damai poroemahan itoe “parbagasan babiat soboeon”, itoelah tempat peroemahan astana Panjaboengan Tonga jang sekarang. Tjerita ini dipendekkan sahadja, kerena banjak dalamnja tjerita jang tiada kena oleh akal, apa lagi penoelis bermaksoed sekedar bergoena boeat taal-land-en volkenkunde sadja. Di sitoelah Nabaoeroar di gelar Soetan di Aroe, dan meradjai doea kampoeng jang dinamai anak ni Dolok anak ni Lombang. Tempat itoelah pertengahan pada segenapo kampoeng jang berkoeliling disana, maka orang perboeatlah tempat itoe, tempat perdjoedian saboeng ajam, sebab itoelah tempat itoe orang namakan Panjaboengan sampai kepada masa sekarang. Lama kelamaan tempat itoe, mendjadi ramai, dan lagi Soetan di Aroe, sangat ditjinta oleh anak boeah, kerena boedinja sangat baik, dan amat ditakoeti orang, sebab persangkaan orang Soetan di Aroe anak dewa. Soenggoehpoen Soetan Poeloengan soedah tahoe,bahasa Nabaoeroar ada di Panjaboengan, tetapi ia tiada berani lagi, hanja berdendam sahadja didalam hatinja.Apakah sebab Nabaoeroar seroepa dengan anak Soetan Poeloengan itoe?Soenggoehpoen penoelis memaaloemi hal itoe, akan tetapoi beratlah rasanja akan menerangkan itoe, melainkan terseboet didalam tambo, Nabaoeroar anak dari Iskander Sjah. Itoelah laksana hikajat Toeankoe, Pagar Roejoeng, jang asalnja dari boeah kerambil nioer gading jang di pandjat oleh Salamat Pandjang Gombak; dimanakah nioer gading itoe sekarang? Maka oleh kerena saktinjalah Nabaoeroar itoe, diseboet orang soekoe Nasoetion. Adapoen Soetan di Aroe itoe, mempoenjai saorang anak jang amat berbahagia ialah Baginda Mengaradja Enda, Baginda inilah jang mengembangkan dan memasjhoerkan keradjaan Panjaboengan. Masa Baginda inilah Soetan Perampoean Padang Garoegoer dialahkan perang. Adapoen perang ini asalnja, dari saorang boedak Baginda bernama ompoe ni Mangaroeng terboenoeh di Loemban Koeajan (Soeroematinggi Ankola Djae) oleh Radja Bengkas, soedara dari Soetan Perampoean. Dalam perang ini, adalah 4 radja radja serikat melawan Baginda; jaitoe, Padang Garoegoer, Soetan Mendeda, Oeta Bargot, Radja Goemanti Porang, Pidoli Dolok, Radja Sordang Nagori, Pidoli Lombang, lagi dibantoe saorang panglima jang amat bernai, Baroeang sodang-dangon, namanja, orang dari Moera Tais Ankola Djae. Pada peperangan ini, menanglah Baginda Mengaradja Enda, oleh kerena Baroeang Sodangdangon, panglima jang terseboet di atas berchianat, dan djoega oleh kerena kegagahan saorang poetera Baginda jang bernama Soetan Koemala Sang Jang di Partoean Radja Oeta Siantar. Adapoen Soetan Koemala Sang Jang di Pertoean orang seboet anak dewa djoea, kerena boroe loebis Roboeran Dolok isteri jang pertama dari Baginda Mangaradja Enda, soedah toea, tetapi beloem berpoetera. Dengan takdir Allah hamilah permisoeri itoe dengan tiada di samai oleh Baginda, hal ini mendatangkan tjimboeroean baginja.Pada soeatoe malam diintai oleh Baginda pada astanah permaisoeri itoe, maka terlihatlah oleh Baginda datang soeatoe tjahaja merahapi kepada permaisoeri itoelah jang djadi bapak oleh Sang Jang di Pertoean. Alkesah waktoe poetoes waris radja di Loemban Sibagoeri, didjepoet oranglah Sang Jang di Pertoean mendjadi radja di Loemban Sibagoeri, maka diantarlah ia kesana dengan segala adat kebesaran, sebab itoelah Loemban Sibagoeri ditoekar nama dengan Oeta Siantar, sebab radjanja, jang diantar kesana. Masa itoelah Mandailing besar terbahagi atas doea bahagian 1e; Mandailing Djoeloe, 2e Mandailing Djae; segala jang taaloek kepada Sang Jang di Pertoean dinamai Mandailing Djoeloe dan segala jang taaloek kepada Baginda Maharadja Enda dinamai Mandailing Djae, dan diwataskan di Batoe Gondit dan Ajoeara sidjoembe Porang. Waktoe perang Padang Garoegoer soedah selesai, maka tjerai berailah segala radja jang 4 serikat itoe. Soetan Perampoean dan anak soedaranja Radja Iro Rongit Sigongonan lari ke Aiti (Tamoese). Fihak Maharadja Tinaja tinggal di Mompang, itoelah ketoeroenannja Kepala Koeria Aek na Ngali jang sekarang. Radja Goemanti Porang dan Sordang Nagori lari ke Rao, ketoeroenan itoelah Toeankoe Laras Sontang dan Tjoebadak, dan Soetan Mandeda tinggal di Oeta Bargot djoega, sekarang soedah djadi djadjahan Penjaboengan. Adapoen kepada koeria Pidolo, Goenoeng Toea, Baringin, Maga, Moeara Sama dan Moeara Perlampoengan ialah ke toeroenan Soetan Koemala Sang Jang di Pertoean Oeta Siantar. Adapoen sekalian radja radja (kepala boemi poetera) di keresidinan Tapanoeli jang teroetama sekali, banjak berboeat bakti kepada daulat Gouvernement, ialah radja radja Mandailing, sebab menoeloeng Gouvernement waktoe perang paderi, dan beberapa jang ternama di dalam perang Bondjol dan Rao, seperti regent Radja Gadoembang, jang di Pertoean kota Siantar, Gegar Tengah Hari Limo Manis, d. l. l., apa lagi sampai sekarang amat bersetia dan berchadamat kepada Gouvernement. Sedjak keradjaan Baginda Mangradja Enda dan Sang Jang di Pertoean, sampai sekarang, termasjhoerlah tanah Mandailing sampai kemana mana, hingga orang Batak, jang pergi merantau kemana mana menjeboetkan jang ia orang Mandailing djoea, sebab pada negeri lain lain, orang beloem kenal. Kata sahib berita, pada masa keradjaan Madjopahit ditanah Djawa, adalah saorang Nachoda, orang dari Poelau Soeloe bernama si Angin Boegis berlajar ke Tanah Djawa, maka menjaboenglah nachoda itoe disana. Dalam perdjoedian menjaboeng ajam ini, ia selaloe kalah, hingga habis hartanja, tetapi pada soeatoe hari dapat oleh si Angin Boegis toeah ajam poesakanja, jang dinamakan “Idjo bingkoeang poetih boetan toekang Madjopahit”. Adapoen sebab dinamainja toeah ajam itoe boeatan toekang Madjopahit, sebab pada koetika ajam itoe diboeboeh orang, kedapatanlah padanja didjaitkan orang Madjopahit, bidji sawi hitam. Maka ajam si Angin Boegis inipoen menang hingga kembali segala kekalahannja, sampai sekarang toeah ajam jang terseboeat, menjadi poesaka bagi ketoeroenannja ditanah Mandailing. Maka si Angin Boegispoen kawinlah ditanah Djawa beroleh anak laki laki, Raden Patah namanja. Raden Patah inilah pergi berlajar ke Sumatra pesisir Barat dan mengadoe kerbau dengan radja Pagar Roejoeng, itoelah atsal nama Menang Kerbau. Sesoedah Raden Patah kalah dari pada mengadoe kerbau itoe, maka berlajarlah ia meneodjoe sebelah oetara dan meninggalkan saorang anaknja di Moeara Sjngkoeang bernama Namora Pandai Besi. Namora Pandai Bosipoen moediklah ke hoeloe sampai ke Siondop jang sekarang, akan tetapi ia tiada tinggal disana, sebab disitoe soedah ada radja ketoeroenan Toean Tongga Magek Djabang dari Pariaman., Ranggar Laoet namanya, itoelah ketoeroenan Siondop dan Soeroematinggi Ankola. Namora Pandai Bosi, singgah di Partihaman dekat Losoeng Batoe sekarang, dan ia mendjadi saorang doekoen jang sangat dihormati orang. Sjahdan pada soeatoe hari, adalah radja dari Pidjorkoling, mendapat penjakit keras sekali, maka dipanggillah Namora Pandai Bosi akan mengoebati radja itoe, setelah dioebatinja radja itoepoen semboehlah dari penjakitnja. Namora Pandai Bosi memintak djadi selimoet jang lebar, jaitoe sapotong tanah, itoelah Loboe Sitardas jang dekat Tolang sekarang. Maka Namora Pandai Bosi mendirikan kampoenglah disana dan mendjadi radja disitoe, lagi ia sangat pandai didalam pekerdjaan toekang besi, sampai sekarang masih banjak keris boetannja jang djadi poesaka bagi ketoeroenannja dan kepada orang lain djoega. Kata Sahiboelhikajat, maka pada soeatoe hari, Namora Pandai Bosi pergi menjoempit boeroeng ke Ajoeara na bobar namanja, [sepoehoen kajoe baringin]. Maka Namora Pandai Bosi, menjoempitlah dari satoe tempat jang soedah diperboeatnja diatas dahan kajoe baringin itoe, maka banjaklah jang soedah djatoeh boeroeng jang di soempitnja itoe, laloe toeroenlah ia, tetapi saekorpoen tiada diperolehnja, djadi hairanlah ia memikiri hal itoe maka bersemboenilah ia laloe menjoempit poela, tetekala boeroeng itoe djatoeh, nampaklah padanja datang saorang perampoen mengambil boeroeng jang djatoeh kena soempit itoe.Setelah Namora Pandai Bosi, melihat perampoean itoe, maka toeroeanlah ia, laloe ditangkapnja perampoean itoe, hingga regang meregang, achirnja perempoean itoe membawa dia keroemah bapanja, dan iapoen kawinlah dengan perempoean itoe. Kata setengah riwajat perampoean itoe anak Loeboe, kerena sekarang pada goenoeng barisan jang bersamboeng dengan goenoeng disitoe, terdapat beberapa Loeboe. Tetapi pada pendapat penoelis ini, boleh djadi dari anak oarng boenian, kerena sekarang adalah terdapat, jang diseboet orang kampoeng, orang siboeniandi Naboendong djalan ke Padang Lawas, bertentangan dengan kajoe baringin jang terseboet diatas. Sesoedahnja hamil perampoean itoe, Namora Pandai Bosipoen kembalilah ke kampoengnja. Setelah genap boelannja, dilahirlah anak Namora Pandai Bosi, kembar, jaitoe doea orang laki laki jang dinamai oleh maknya Si Baitang dan Si Langkitang. Sesoedah Si Baitang dan Si Langkitan beroemoer 16 tahoen maknjapoen menjoeroeh merikaitoe mentjahari bapanja; maka pergilah merikaitoe mentjahari bapanja, Namora Pandai Bosi. Lama kelamaan sampailah merikaitoe di Loboe Sitardas, dimana kampoeng bapanja. Maka maaloemlah bagaimana besar hati Namora Pandai Bosi waktoe ia tahoe, bahoea kedoea anak itoe anaknja. Adapoen Si Baitang dan Si Langkitang, tinggallah dengan bapanja, bekerja toekang besi. Oleh ketjakapan dan kepandaian kedoea anak itoe, maka tjimboeroeanlah isteri Namora Pandai Bosi jang toea, kerena pada sangkanja, tentoe anaknja nanti terbelakang dan Si Baitang serta Si Langkitang termoeka. Oleh sebab itoe, setiap hari ditjatjinja kedoea anak itoe dan dikatanja anak bintjatjak, anak bintjatjau, anak singiang ngiang rimbo, anak dapeq ditepi bandar. Oleh kerena maki dan nista itoe, moefakatlah kedoea anak itoe akan pergi dari sana laloe pergilah merekaitoe minta idzin dari bapanja, dan bapanjapoen memberi idzin, dan memberikan tandoek kerbau moering dan saboeah soempitan; maka kedoea barang itoe, kiranja telah diisi oleh Namora Pandai Bosi dengan emas, soepanja bininja djangan tahoe ia memberikan emas itoe. Maka pergilah merikaitoe dan tinggal berladang diloear kampoeng, tiada begitoe djaoeh dari kampoeng itoe. Waktoe Namora Pandai Bosi meninggal doenia datanglah Si Baitang dan Si Langkitang membawa saekor kerbau akan toeroet berkaboeng, dalam hal itoe, isteri Namora Pandai Bosi dan anak anaknja tiada memberi idzin merikaitoe masoek dikampoeng Sitardas, maka dipotongnja kerbau jang dibawa merikaitoe diloear kampoeng itoe, diikatnja dimana sapoehoen kajoe bangsa patai, jang poetjoeknja dihantakkan ketanah, sampai kini dahan kajoe itoe semoeanja mengadap kebawah, jang orang namai poehoen itoe “rampa simanoenggaling”.Setelah selesai dari pada jang demikian itoe, maka pergilah merikaitoe mentjahari tempat, dimana ada bersoea moeara batang ajer jang bertentangan, kerena sepandjang oesiat bapanja Namora Pandai Bosi. Maka bersoealah merikaitoe dengan moeara batang ajer bertentangan di Kota Nopan, maka tinggallah merikaitoe disitoe mendirikan kampoeng, itoelah kampung jang dinamai Si Ngengoe. Si Baitang tinggal di Si Ngengoe, itoelah ketoeroenan Kepada koeria Si Ngengoe, Tambangan dan Soeroematinggi, dan Si Langkitang pergi arah kemoedik, itoelah ketoeroenan kepala koeria Tamiang, Manambin, Pakantan Lambah dan Pakantan Boekit; demikianlah tambo kedoea ketoeroenan ini ditoelios dengan ringkas sahadja menoeroet karangan Radja Moelia.***
SILSILAH
Silsilah
Bangsa Yang besar adalah bangsa yang melestarikan Kebudayaan.Berikut merupakan Silsilah/Tarombo Batak yang mungkin terlupakan seiring masuknya Budaya asing ke Bangsa Indonesia.
SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu: 1. Guru Tatea Bulan 2. Raja Isombaon
GURU TATEA BULAN Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Bburning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :
* Putra (sesuai urutan):
1. Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan 2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu) 3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong). 4. Sagala Raja (keturunannya Sagala) 5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)
*Putri:
1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona) 2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon 3. Si Boru Biding Laut, (Diyakini sebagai Nyi Roro Kidul) 4. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin).
Tatea Bulan artinya "Tertayang Bulan" = "Tertatang Bulan". Raja Isombaon (Raja Isumbaon)
Raja Isombaon artinya raja yang disembah. Isombaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan Si Raja Bbatak dapat dibagi atas 2 golongan besar:
1. Golongan Ttatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga golongan Hula-hula = Marga Lontung.
2. Golongan Isombaon = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga Golongan Boru = Marga Sumba.
Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, para orangtua menyebut Sisimangaraja, artinya maha raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.
PENJABARAN
* RAJA UTI
Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan peremuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi, namun secara fisik tidak sempurna. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual etap berpusat pada Raja Uti.
* SARIBURAJA
Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu peremuan satunya lagi laki-laki).
Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.
Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Rraja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.
Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung.
Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si raja babiat. Di kemudian hari Si raja babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin.
Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.
SI RAJA LONTUNG
Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu:
1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing. 2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.
Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora.
Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu.
Dari keturunan Situmorang, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.
SINAGA
Dari Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.
PANDIANGAN
Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.
Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut.
Limbong Mulana dan marga-marga keturunannya
Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong.
SAGALA RAJA
Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.
SILAU RAJA
Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:
1. Malau 2. Manik 3. Ambarita 4. Gurning
Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:
I. Ambarita Lumban Pea II. Ambarita Lumban Pining
Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki
1. Ompu Mangomborlan 2. Ompu Bona Nihuta
Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta.
Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:
1. Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut) 2. Op Raja Marihot 3. Op Marhajang 4. Op Rajani Umbul
Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan).
Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga, dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidka dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo, Samosir.
Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki
1. Op Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu
Keturunan Op Sohailoan saat ini antara lain Op Josep (Pak Beluana di Palembang)
2. Op Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon
3. Op Sugara atau Op Ni Ujung Barita menikahi Boru Sirait bermukim di Motung, Kabupaten Toba Samosir.
Keturunan Op Sugara antara lain penyanyi Iran Ambarita dan Godman Ambarita
TUAN SORIMANGARAJA
Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
1. Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan. 2. Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan. c. Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon).
Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton.
Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Rasaon.
Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.
Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon)
Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalah Ompu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya.
Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke.
MUNTE
Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging.
Keterangan lain mengatakan bahwa Nai Ambaton mempunyai dua orang putra, yaitu Simbolon Tua dan Sigalingging. Simbolon Tua mempunyai lima orang putra, yaitu Simbolon, Tamba, Saragi, Munte, dan Nahampun.
Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton.
Catatan mengenai Ompu Bada, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W Hutagalung, Ompu Bada tersebut adalah keturunan Nai Ambaton pada sundut kesepuluh.
Menurut keterangan dari salah seorang keturunan Ompu Bada (mpu bada) bermarga gajah, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut:
1. Ompu Bada ialah asal-usul dari marga-marga Tendang, Bunurea, Manik, Beringin, Gajah, dan Barasa.
2. Keenam marga tersebut dinamai Sienemkodin (enem = enam, kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan Empu Bada, pun dinamai Sienemkodin.
3. Ompu Bada bukan keturunan Nai Ambaton, juga bukan keturunan si raja batak dari Pusuk Buhit.
4. Lama sebelum Si Raja Batak bermukim di Pusuk Buhit, Ompu Bada telah ada di tanah dairi. Keturunan Ompu bada merupakan ahli-ahli yang terampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
5. Keturunan Ompu Bada menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah dairi dan tapanuli bagian barat.
NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)
Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Rasaon. Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon.
Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:
Raja Mardopang
Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar.
Raja Mangatur
Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus.
NAI SUANON (tuan sorbadibanua)
Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon. Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Ttuan Sorbadibanua.
Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja):
1. Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan. 2. Si Paet Tua. 3. Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi. 4. Si Raja Oloan. 5. Si Raja Huta Lima.
Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :
a. Si Raja Sumba. b. Si Raja Sobu. c. Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos.
Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat.
Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.
Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
(Marbun marpadan dohot Sihotang, Banjar Nahor tu Manalu, Lumban Batu tu Purba, jala Lumban Gaol tu Debata Raja. Asing sian i, Toga Marbun dohot si Toga Sipaholon marpadan do tong) ima pomparan ni Naipospos, Marbun dohot Sipaholon. Termasuk do marga meha ima anak ni Ompu Toga sian Lumban Gaol Sianggasana.
***
DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga).
Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut:
"Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang; Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan"
artinya:
"Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput (berakar tunggang); Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji"
Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:
1. Marbun dengan Sihotang 2. Panjaitan dengan Manullang 3. Tampubolon dengan Sitompul. 4. Sitorus dengan Hutajulu - Hutahaean - Aruan. 5. Nahampun dengan Situmorang. (Disadur dari buku "Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987)
Panyabungan (MO) – Tarian Tortor Mandailing tidak sama dengan tarian tortor yang ada di tanah Batak. Etnis Batak tidak berhak mengklaim tortor Mandailing sebagai kesenian Batak.
... “Tortor Mandailing memiliki tempo gerakan dan aksesori pakaian yang teramat berbeda dengan tortor lain, termasuk prinsif-prinsif yang dikandungnya,” ungkap Ilham Nasution, penggiat seni dari Grup Gordang Sambilan Willem Iskander, Pidoli Lombang, Madina, menjawab Mandailing Online, Jum’at (22/6).
Dijelaskannya, ada kondisi “mollop” di tortor Mandailing. Mollop adalah bahasa Mandailing yang berarti antara tidur dan terjaga, seperti ngantuk. Gerakan tari tortor Mandailing halus, lamban, mengalir pelan.
“Penari tortor mandailing berada dalam situasi antara sadar dan terjaga. Mollop. Tubuhnya bergerak mengikuti perasaan. Gerakan yang halus ini terpengaruh oleh kendali perasaan yang mengalir ke urat-urat syaraf penari. Makanya tortor Mandailing halus, bergerak lamban dan sakral, penuh makna dan penghayatan,” beber Ilham.
Gerakan mata, tangan, jari tangan dan kaki digerakkan oleh perasaan. Termasuk posisi kepala yang terus menunduk. Pengaruh otak sangat berkurang terhadap gerakan karena penari sudah berada dalam situasi pengaruh perasaan. Ini menyebabkan gerakan tari tortor Mandailing lamban.
Sementara tortor di tanah Batak, gerakannya tidak lamban, relatif cepat dan kasar tidak sehalus Mandailing. Cendrung gerakan riang....selengkapnya di mandailing online
Ahli politik Indonesia, Ruhut Sitompul, mahu mengajak rakyatnya untuk berperang dan berkonfrontasi dengan Malaysia atas dakwaan Malaysia yang seringkali menuntut (claim) kebudayaan Indonesia.
"Sekali-kali perlulah kita Bom, biar jadi shock therapy," TEMPO.CO, 17 Jun 2012
Malaysia didakwa cuba menuntut tari tor-tor dan alat musik gondang sambilan (sembilan gendang) dari Mandailing sebagai salah satu warisan budaya negara ini.
Akibatnya, Kedutaan Malaysia di Jakarta diserang oleh 650 penunjuk perasaan yang bertindak ganas.
Insiden ini berlaku disebabkan Tarian Tor-tor dan paluan Gordang Sambilan (sembilan gendang) masyarakat Mandailing akan diiktiraf sebagai satu cabang warisan negara kelak dibawah Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005. -Media Wangsa Maju
Indon nak perang? Wahahaha orang melayu takde hal ler. Orang melayu kat negara ni dah hilang semangat jihad. Tak percaya? Bila ada orang kristian nak guna kalimah Allah, berapa juta orang melayu bantah? Tak sampai seribupun. Tapi bila suruh berpolitik, beribu pulak turun tengah jalan merusuh. Orang melayu lebih suka berpolitik dari menjaga agama Allah.
Bila bangsa mata sepet berperangai yahudi zionis rampas tanah orang melayu kat P.Pinang, Kedah, Kelantan, berapa juta orang melayu melawan? Orang melayu terkebil kebil je mata tengok.
Tengoklah berapa banyak pendatang asing yang merampas peluang perniagaan kat negara ni. Orang melayu buat apa? Orang melayu hanya boleh ternganga je mulut tengok.
Bila pendatang asing bawak lari anak dara melayu, kangkang anak dara melayu sampai bunting, orang melayu buat apa? Orang melayu hanya boleh menanggis berguling guling.
Keamanan negara dah buat orang melayu semakin lemah dinegara sendiri. Orang melayu semakin leka hanyut dibuai kesenangan dan kemewahan.
Ahli politik Indonesia, Ruhut Sitompul, mahu mengajak rakyatnya untuk berperang dan berkonfrontasi dengan Malaysia atas dakwaan Malaysia yang seringkali menuntut (claim) kebudayaan Indonesia.
"Sekali-kali perlulah kita Bom, biar jadi shock therapy," TEMPO.CO, 17 Jun 2012
Malaysia didakwa cuba menuntut tari tor-tor dan alat musik gondang sambilan (sembilan gendang) dari Mandailing sebagai salah satu warisan budaya negara ini.
Akibatnya, Kedutaan Malaysia di Jakarta diserang oleh 650 penunjuk perasaan yang bertindak ganas.
Insiden ini berlaku disebabkan Tarian Tor-tor dan paluan Gordang Sambilan (sembilan gendang) masyarakat Mandailing akan diiktiraf sebagai satu cabang warisan negara kelak dibawah Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005.
Kebudayaan masyarakat Mandailing ini belum pun diktiraf dan digazetkan dibawah Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005.
Cuma pandangan peribadi GWM ... Secara peribadi.
Perlukah kita mengiktiraf Tarian Tor-tor dan paluan Gordang Sambilan (sembilan gendang) ini sebagai salah satu cabang warisan negara sekalipun diminta oleh masyarakat Mandailing yang telah menetap lebih 200 tahun di Malaysia.
Sepatutnya kebudayaan masyarakat ini hanya perlu dijadikan pementasan atau pertunjukan adat, tanpa perlu diberi pengiktirafan.
Tarian Tor-tor dan paluan Gordang Sambilan (sembilan gendang) tidak perlu diangkat untuk menjadi salah satu budaya nasional disini.
KPKK boleh bertindak sebagai sebuah badan yang boleh melestarikan budaya Mandailing tanpa perlu diiktiraf sebagai salah satu cabang warisan negara.
Seharusnya agensi-agensi kerajaan perlu lebih berhati-hati sebelum melakukan sebarang tindakan dan pengiktirafan terhadap sesuatu budaya.
Jangan pula selepas ini tarian poco-poco pula bakal diiktiraf sebagai salah satu cabang warisan negara.
Haru biru dibuatnya ... Harap Pak Menteri tak melompat dengan kritikan terbuka ini.
Pemangku Adat Madina Akan Bertemu Dengan Utusan Malaysia Terkait Rencana Malaysia Mengiktirafkan Gordang Sambilan dan Tor-tor Mandailing
Panyabungan (MO) - Badan Pemangku Adat (BPA) Kabupaten Madina (Madina) akan bertemu dengan organisasi etnis Mandailing Malaysia dalam rangka membicarakan rencana Malaysia mengiktirafkan Gordang Sambilan dan Tor-tor Mandailing.
“Untuk itu, saya menghimbau kepada semua pihak menunggu hasil pertemuan tersebut agar tidak terjadi simpang siur penafsiran,” sebut Ketua BPA Madina, Baginda Mangaraja Soaloon Nasution kepada Mandailing Online, di Pidoli, Panyabungan, Senin (18/6) usai melakukan rapat BPA.
Wawancara dengen Mandailing Online ini Mangaraja Soaloon didampingi Sekretaris BPA, Mangaraja Gunung Nasution; Bendahara, Sutan Palembang Nasution dan Ketua Pengetua Aadat, Mangaraja Gunung Mandailing Nasution.
Dikatakannya, pada prinsifnya BPA Madina tidak mempersoalkan rencana iktiraf oleh Malaysia itu jika hanya sebatas pengembangan kesenian etnis Mandailing di Malaysia. Hanya saja jangan sampai pada tingkat klaim kepemilikan oleh Malaysia.
Seperti dilansir Kantor Berita Bernama Malaysia (14/6), Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Datuk Seri Rais Yatim berencana mendaftarkan kedua budaya etnis Mandailing itu dalam Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005.
Lebih lanjut Mangaraja Soaloon menjelaskan, pertemuan akan dilakukan di Panyabungan yang rencananya akan difasilitasi oleh bupati Madina. Pertemuan dengan organisasi etnis Mandailing Malaysia tersebut, untuk membicarakan duduk persoalan sehingga diperoleh akurasi tentang rencana iktiraf kedua jenis kesenian Mandailing itu.
Berdasar hasil pertemuan itu nantinya, BPA menentukan keputusan terhadap rencana Malaysia tersebut. Oleh karenanya, dia menghimbau agar semua pihak menahan diri. Karena pihak BPA, bupati Madina dan organisasi etnis Mandailing Malaysia masih terus melakukan koordinasi dalam rangka menentukan jadwal pertemuan. (dab)
Benteng Tujuh Lapih
Benteng terancam
Benteng Tujuh Lapis di Dalu-dalu, situs peninggalan sejarah pahlawan Nasional Tuanku Tambusai telah terancam abrasi oleh sungai, memang dahulu sungai Sosah ini adalah bagian dari benteng namun, jika dilihat sekarang sudah merusak hampir 1/3 benteng, sementara itu benteng tersebut juga belum dilakukan pemugaran.
Rantau Binuang Sakti
Terletak di Kecamatan Kepenuhan, di Desa Bunga Tanjung, perbatasan dengan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir. Tempat ini adalah tanah kelahiran Tuan Guru Syekh Abdulwahab Rokan, Tuan Guru Thareqat Naqsabandi di Basilam Kabupaten Langkat.
Kamis, 11 Februari 2010 telah dilakukan kunjungan beberapa komponen yang ingin melihat dan berharap situs ini dapat di manfaatkan sebagai tempat kegiatan Religi, Wisata, Pendidikan dan lain sebagainya,
Dalam Kunjungan ini di sambut oleh Kepala Desa Rantau Binuang Sakti, Bapak Jamaluddin. Hadir dalam kunjungan tersebut Bapak Ismail Hamkaz (Anggota DPRD Rokan Hulu), Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Rokan Hulu, Hj. Yurikawati beserta staf, Pemuka Masyarakat Kotatengah, Konsultan, dan wartawan Metro TV, Media Riau dan masyarakat Bunga Tanjung.
Situs Rantau Binuang Sakti adalah situs tempat kelahiran Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan, dimana para pengikut Thareqat Naqsbandi yang kini berpusat di Besilam, Langkat, sangat mengidamkan Rantau Binuang Sakti dibanun, agar para mursidin dan murid (Khalifah/Tahlil Thareqat Naqsabani) dapat berziarah ke tempat ini, dalam rangka mengenang Tuan Guru Sekh Abdul Wahab Rokan.
Dalam kesempatan tersebut Anggota DPR Ismail Hamkaz dan Kadis Budpar Rohul, menyampaikan bahwa tahun ini akan dilaksanakan kegiatan Perencanaan Tekhnis tentang pembangunan sarana dan prasarana Rantau Binuang Sakti sebagai tempat kegiatan Religi sekaligus tempat Wisata Religi yang akan besar seperti yang ada di Besiam Langkat.
Dalam kunjungan tersebut tentu menjadi tonggak awal pembangunan fisik yang perlu mendapat perhatian semua kalangan.
Dalam hal itu juga Dinas Budpar Rokan Hulu telah mengarahkan pembangunan kepada zona yang tidak akan mengganggu situs peninggalan Kerajaan Rntau Binuang Sakti seperti : Benteng, Kolam Pemandian, Taman Bunga Kerajaan, Mesjid Tua tempat Tuan Guru belajar Mengaji, dan pemakaman guru-guru serta penyiar agama Islam di Tanah Rokan ini.
Rombongan Tim Peninjauan lokasi Situs Rantau Binuang Sakti.
MAKAM PARA PAHLAWAN ROKAN DI LUAR ROKAN
Ada beberapa pejuang yang dibuang atau wafat di daerah luar Rokan, hal ini membuktikan betapa berpengaruh dan heroiknya mereka seperti Sultan Zainal Abidin di buang ke Kediri, Syekh Abdul Wahab Rokan hijrah ke Besilam Langkat Sumatera Utara, sementara Tuanku Tambusai meninggal di Malaisia Negeri Sembilan.
Makam Sultan Zainal Abidin Syah di Kediri Jawa Timur
Perahu tua 1
Perahu tua 2
Ditemukan perahu tua di sebuah oxbow mati daerah Toluk Bintungan Kecamatan Rambah.
Perahu ini berukuran panjang 14,46 meter, lebar pada bagian tengah 94 cm, kedalaman 35 cm, ketebalan 4 cm, memiliki 14 pasang tomolun tempat bertumpunya somoku, panjang haluan 25 cm dan buritan 29 sm, perahu ini diperkirakan terbuat dari kayu morobou (diakui oleh jon kobet)
Sementara ditanya tentang umur dari perahu ini, belum ada yang dapat memperkirakannya, namun jika dilihat dari bentuk, cara pembuatan, serta letak didalam bekas sungai, menandakan perahu ini milik datuk-datuk penghuni sungai Batang lubuh (rokan Kanan) pada tahun 1900, sebelum kemerdekaan atau masuknya Belanda di negeri ini.
Perahu telah diketahui keberadaannya dalam sebuah oxbow mati tidak jauh dari sungai batang lubuh, namun baru dapat diangkat ke permukaan pada tanggal 12 Oktober 2010 dan dipindahkan ke Suaru Suluk Syekh Umat di Boncah togonang pada tanggal 14 Oktober 2010.
Menurut pengetahuan kami penemuan serupa ini sudah ada sebelumnya seperti di Tambusai, Tanjung Belit dan Muara Rumbai 7 tahun yang lalu, namun benda yang ditemukan saat itu sudah rusak parah, sehingga tidak dapat didokumentasikan dengan baik, penemuan kali ini yang terjadi di Toluk Bintungan benda perahu tua ini masih utuh dan dapat difungsikan. via rokan.org
MELAKA, 1 Okt (Bernama) -- Kajian sekumpulan penyelidik sejarah mendapati bangsa Melayu berasal dari Timur Tengah berbanding teori sebelum ini yang menyebut bangsa itu berasal dari Yunan.
Presiden Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) Datuk Seri Mohd Ali Rustam berkata kajian 20 tahun itu dilakukan Felo Penyelidik Utama dan Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA) Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) Prof Emeritus Datuk Dr Nik Hassan Suhaimi Nik Abd Rahman; Pensyarah Fakulti Pengajian dan Pengurusan Universiti Pertahanan Nasional Malaysia Prof Datuk Dr Wan Hashim Wan Teh dan Pengerusi Suara Pribumi Zaharah Sulaiman.
Beliau berkata penemuan berkenaan disokong bukti saintifik sekaligus menyanggah penemuan sejarah terdahulu.
"Dari segi genetik daripada kajian asid deoksiribonukleik (DNA) yang dilakukan, DNA kita tidak sama dari negara di utara khususnya dari Yunan, DNA orang Melayu ini sama dengan orang Timur Tengah.
"Kajian ini penting kerana DNA menentukan keturunan dan asal usul kita, penemuan baharu ini amat kuat dan boleh dipertahankan," katanya kepada pemberita selepas merasmikan Simposium Serantau Asal Usul Melayu Menelusuri Tunjang Melayu di sini, hari ini.
Mohd Ali berkata hasil kajian berkenaan telah dibukukan dan bakal diterbitkan untuk tatapan umum.
Sementara itu, Dr Nik Hassan Suhaimi berkata teori bangsa Melayu berasal dari Timur Tengah juga dapat dibuktikan melalui tiga lagi pendekatan kajian iaitu ethno-linguistik (bahasa), turun naik paras laut (geologi) dan kebudayaan material (artifak).
-- BERNAMA
ASAL BANGSA MELAYU Untuk mengetahui asal usul Bahasa Melayu kita perlu mengetahui asal-usul penutur aslinya terlebih dahulu, iaitu orang Melayu. Asal-usul bangsa Melayu sehingga kini masih kabur. Akan tetapi beberapa sarjana Eropah seperti Hendrik Kern (Belanda) dan Robert von Heine Geldern (Austria) telah melakukan penyelidikan secara kasar latar belakang dan pergerakan masyarakat Melayu kuno.
Teori mereka menyatakan bahawa bangsa Melayu berasal daripada kelompok Austronesia, iaitu kelompok manusia yang berasal dari daerah Yunan di China yang kemudiannya berhijrah dalam bentuk beberapa gelombang pergerakan manusia dan akhirnya menduduki wilayah Asia Tenggara.
Gelombang pertama dikenali sebagai Melayu-Protodan berlaku kira-kira 2500 tahun Sebelum Masehi
Kira-kira dalam tahun 1500 tahun Sebelum Masehi, datang pula gelombang kedua yang dikenali sebagaiMelayu-Deutro. Mereka mendiami daerah-daerah yang subur di pinggir pantai dan tanah lembah Asia Tenggara. Kehadiran mereka ini menyebabkan orang-orang Melayu-Proto seperti orang-orang Jakun,Mahmeri, Jahut, Temuan, Biduanda dan beberapa kelompok kecil yang lain berpindah ke kawasan pedalaman. Justeru itu, Melayu-Deutro ini merupakan masyarakat Melayu yang ada pada masa kini.
Bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia, manakala bahasa-bahasa Austronesia ini berasal daripada keluarga bahasa Austris. Selain daripada rumpun bahasa Austronesia, rumpun bahasa Austro-Asia dan rumpun bahasa Tibet-Cina.
Rumpun bahasa Austronesia ini pula terbahagi kepada empat kelompok yang lebih kecil : 1. Bahasa-bahasa Kepulauan Melayu atau Bahasa Nusantara. Contoh : bahasa Melayu, Aceh, Jawa, Sunda, Dayak, Tagalog, Solo, Roto, Sika dan lain-lain.
2. Bahasa-bahasa Polinesia Contoh : bahasa Hawaii, Tonga, Maori, Haiti
3. Bahasa-bahasa Melanesia Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Fiji, Irian and Kepulaun Caledonia
4. Bahasa-bahasa Mikronesia Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Marianna, Marshall, Carolina dan Gilbert.
Bahasa Melayu tergolong dalam cabang Bahasa-bahasa Nusantara yang mempunyai bahasa yang paling banyak, iaitu kira-kira 200 hingga 300 bahasa.
Bentuk Bahasa Melayu yang dituturkan di Kepulauan Melayu pada zaman dahulu dikenali sebagai Bahasa Melayu Kuno dan jauh berbeza dengan Bahasa Melayu yang moden. Bentuk Bahasa Melayu Kuno hanya dapat dilihat melalui kesan tinggalan sejarah seperti batu-batu bersurat. Batu-batu bersurat yang menggunakan Bahasa Melayu dipercayai ditulis bermula pada akhir abad ke-7. Sebanyak empat batu bersurat telah dijumpai yang mempunyai tarikh tersebut :
2. Batu Bersurat Talang Tuwo (684 M) – Palembang 3. Batu Bersurat Kota Kapor (686 M) – Pulau Bangka, Palembang 4. Batu Bersurat Karang Brahi (686 M) – Palembang
Berpandukan isinya, penulisan di batu bersurat tersebut dibuat atas arahan raja Srivijaya, sebuah kerajaan yang mempunyai empayar meliputi Sumatera, Jawa, Semenanjung Tanah Melayu,Segenting Kra dan Sri Lanka. Oleh itu, ini menunjukkan bahawa Bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa rasmi dan bahasa pentadbiran kerajaan Srivijaya, sekaligus meluaskan penyebaran Bahasa Melayu ke tanah jajahan takluknya . Walaupun bahasa pada batu bersurat itu masih berbahasa Sanskrit, akan tetapi masih terdapat pengaruh Bahasa Melayu Kuno di dalamnya.
Istilah “Melayu” timbul buat pertama kali dalam tulisan Cina pada tahun 644 dan 645 Masehi. Tulisan ini menyebut mengenai orang “Mo-Lo-Yue” yang mengirimkan utusan ke Negeri China untuk mempersembahkan hasil-hasil bumi keada Raja China. Letaknya kerajaan “Mo-Lo-Yue” ini tidak dapat dipastikan dengan tegas. Ada yang mencatatkan di Semenanjung Tanah Melayu dan di Jambi, Sumatera.
Selain daripada empat batu bersurat yang disebutkan tadi, terdapat juga bahan-bahan lain yang dihasilkan dalam zaman kerajaan Srivijaya pada abad ke-7 hingga ke-13 Masehi. :
1. Batu Bersurat Gandasuli (832 M) – Gandasuli, Jawa Tengah 2. Sebuah batu bersurat yang dijumpai di Bangkahulu bertarikh 1000 Masehi. 3. Sebuah patung gangsa yang dijumpai di Padang Lawas, Tapanuli bertarikh 1029 M dengan tulisan pada kaki alasnya 4. Sebuah patung di Padang Rocore, Batanghari bertarikh 1286 M dengan catatan perkataan “Malaya” atau “Melayu” pada bahagian belakangnya.
Bahasa Melayu (Abad ke-13 hingga 18 Masehi)
Pada zaman ini tiga buah batu bersurat yang menunjukkan perkembangan Bahasa Melayu telah dijumpai :
1. Batu Bersurat Pagar Ruyong, Minangkabau (1356 M) – ditulis dalam tulisan India dan memperlihatkan pengaruh Bahasa Sanskrit. 2. Batu Nisan di Minye Tujuh, Acheh (1380 M) – juga ditulis dalam tulisan India dengan beberapa perkataan Arab
3. Batu Bersurat Terengganu – dijumpai di Sungai Teresat, Kuala Berang Terengganu. Tarikh sebenar tidak dapat dipastikan, tetapi ia dipercayai ditulis antara tahun 1303 M hingga 1387 M. Ia ditulis dalam tulisan Jawi.
Abad ke -13 adalah waktu bermulanya zaman peralihan di Kepulauan Melayu dengan berkembangnya agama Islam ke rantau ini. Ini telah mempengaruhi bangsa dan bahasa di sini, terutamanya bangsa dan bahasa Melayu. Pengaruh India sedikit demi sedikit mula digantikan dengan pengaruh Islam dan Arab.
Zaman penting bagi Bahasa Melayu ialah pada zaman Kerajaan Melayu Melaka. Kerajaan Melayu Melaka yang telah menerima Islam dan berjaya membina empayar yang luas telah dapat meningkatkan kemajuan dan perkembangan Bahasa Melayu di rantau ini. Bahasa Melayu telah digunakan dalam pentadbiran dan aktiviti perdagangan serta menjadi “lingua franca” para pedagang. Bahasa Melayu juga telah menjadi alat penyebaran agama Islam ke seluruh Kepulauan Melayu. Bahasa Melayu telah mendapat bentuk tulisan baru iaitu tulisan Jawi. Perbendaharaan kata juga telah bertambah dengan wujudnya keperluan untuk mengungkapkan idea-idea yang dibawa oleh peradaban Islam. Keagungan Kesultanan Melaka jelas tergambar di dalam “Sejarah Melayu” oleh Tun Seri Lanang, sebuah karya dalam Bahasa Melayu yang sangat tinggi nilainya.
Kedatangan orang-orang Eropah dan kejatuhan Kesultanan Melaka ke tangan Portugis pada tahun1511 masehi tidak menamatkan pengaruh Bahasa Melayu. Ramai di antara mereka yang menjalankan penyelidikan dan menyimpan catatan mengenai bahasa dan kesusasteraan Melayu. Beberapa contoh usaha mereka ialah :
1. Pigafetta, seorang ketua kelasi berbangsa Itali dalam pelayarannya bersama Magellan, telah menyusun kamus Melayu-Itali semasa singgah di Pulau Tidore pada tahun 1521. Ia merupakan daftar kata daripada bahasa yang dituturkan oleh orang-orang di pelabuhan itu dengan lebih 400 patah perkataan dan adalah daftar kata Melayu-Eropah yang tertua. Kedudukan Pulau Tidore yang terletak jauh daripada tempat asal Bahasa Melayu menggambarkan betapa luasnya Bahasa Melayu tersebar.
2. Jan Hugen Van Linschotten, seorang bangsa Belanda pernah tinggal di Indonesia antara tahun 1586 hingga 1592 dan berkhidmat sebagai pegawai kepada pemerintah Portugis. Beliau ada mencatatkan dalam bukunya bahawa Bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa yang paling dihormati antara bahasa-bahasa negeri timur.
3. Pada awal abad ke-18, Francios Valentijn, seorang pendeta dan ahli sejarah bangsa Belanda yang banyak menulis menganai wilayah Kepulauan Melayu, telah menggambarkan kepentingan Bahasa Melayu seperti berikut : “Bahasa mereka, Bahasa Melayu, bukan sahaja dituturkan di daerah pinggir laut, tetapi juga digunakan di seluruh Kepulauan Melayu dan di segala negeri-negeri Timur, sebagai suatu bahasa yang difahami di mana-mana sahaja oleh setiap orang.”
Satu bukti tentang tingginya martabat Bahasa Melayu dan luas penggunaanya di wilayah ini adalah pada surat-menyurat antara pentadbir dan raja-rja di Kepulauan Melayu. Antaranya ialah :
1. Surat Sultan Acheh kepada Kapitan Inggeris, James Lancester (1601) 2. Surat Sultan Alauddin Shah dari Acheh kepada Harry Middleton (1602) 3. Surat Sultan Acheh kepada raja Inggeris, King James (1612)
Ketiga-tiga surat ini tersimpan di perpustakaan Bodelein, London
Dalam abad ke-17, terdapat banyak usaha oleh sarjana-sarjana Eropah untuk menyusun kamus dan daftar kata, yang kemudiannya diteruskan kepada bidang morfologi,sintaksis dan fonologi.
Tokoh-tokoh tempatan juga tidak ketinggalan memberikan sumbangan. Kebanyakan usaha mereka berkisar tentang agama dan sastera. Palembang dan Acheh telah menggantikan telah menggantikan Melaka sebagai pust keintelektualan Melayu. Antara tokoh-tokoh di Acheh ialah :
Di Palembang pula terdapat Abdul Samad Al-Falambani dengan kitab “Hikayat Al-Salakin”.
Selain daripada Acheh dan Palembang, beberapa tokoh juga timbul di tempat-tempat lain. Di Brunei, Pengiran Syahbandar Muhammad Salleh (Pengiran Indera Muda) telah menghasilkan “Syair Rakis”, manakala di Banjarmasin pula terkenal dengan Arshad Al-Banjari dengan kitab “Sabil Al-Muhtadin”. Sheikh Mohd Ismail Daud Al-Fatani di Pattani pula menghasilkan “Matla’al Badrain” dan “Furu’ Al-Masail”.
Bahasa Melayu (Abad ke-19 dan 20 Masehi)
Kemuncak kegiatan alam persuratan Melayu melalui Bahasa Melayu dan tulisan Jawi adalah di Penyengat, sebuah pulau di Kepulauan Riau yang menjadi sebahagian daripada Kerajaan Johor-Riau. Di sinilah dari abad ke 19 hingga awal abad ke 20, tertumpunya kegiatan keintelektualan Melayu-Islam dan perkembangan Bahasa Melayu selanjutnya.
Banyak karya serta kitab diterbitkan di pulau ini, seperti kitab “Al-Hakim” oleh Tajuddin Abdul Fadzil Ahmad ibn Abdul Karim (1863 M) dan “Sabil Al-Hidayat” oleh Sayyed Aluwi Ba’aluwi (1899 M)
Tetapi hasil penulisan yang terkenal dan terpenting dalam dunia persuratan Melayu ialah karyaRaja Ali Haji, iaitu “Bustan Al-Katibin” (1857 M), “Pengetahuan Bahasa” (1859 M), “Salasilah Melayu dan Bugis” (1865 M) dan “Tuhfat Al-Nafis” (1865 M). Pada masa itu juga di Johor terdapat beberapa hasil penulisan seperti “Hikayat Negeri Johor” dan “Kitab Pemimpin Johor”.
Kerajaan Melayu Johor-Riau terus menjadi pusat pengembangan Bahasa Melayu sehingga ia menjadi bahasa persatuan di seluruh Nusantara.
Sebelum Inggeris bertapak di Semenanjung Tanah Melayu, Bahasa Melayu menjadi satu-satunya bahasa perantaraan bagi penduduk negara ini. Ia digunakan sebagai bahasa pentadbiran di semua pusat pemerintahan dan menjadi bahasa pengantar di institusi pendidikan yang ada pada ketika itu seperti pusat pengajian Islam dan kelas agama. Perhubungan antara rakyat juga menggunakan Bahasa Melayu, termasuk di pusat-pusat perniagaan seperti Melaka, Pulau Pinang dan Singapura yang sebahagian besar penduduknya terdiri daripada orang Melayu (begitu juga hari ini).
Pada zaman penjajahan Inggeris di Tanah Melayu, khususnya ketika sebelum berlaku Perang Dunia Kedua, Bahasa Melayu terus digunakan untuk tujuan urusan rasmi di Negeri-Negeri Melayu Bersekutu dan Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu. Pegawai-pegawai Inggeris yang bertugas di Negeri-Negeri Melayu sebelum Perang Dunia Kedua dikehendaki mempelajari Bahasa Melayu dan mesti lulus dalam peperiksaan Bahasa Melayu sebelum disahkan dalam jawatan.
Sebahagian daripada pegawai-pegawai itu terus menaruh minat yang tinggi terhadap Bahasa Melayu, sehingga dikenali sebagai sarjana Bahasa Melayu. Antaranya ialah R.O. Winstedt, J.R. Wilkinson, C.C. Brown, W.E. Maxwell, W. Marsden, W.G. Shellabear dan J. Crawford.
Hanya selepas Perang Dunia Kedua kedudukan serta peranan Bahasa Melayu mula terancam. Pegawai-pegawai Inggeris baru yang jahil terhadap Bahasa Melayu membawa tekanan kepada kehidupan rakyat di negara ini, menerusi nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Orang-orang Inggeris menjadi “tuan” dan segala yang bersangkutan dengan cara hidup mereka diberi nilaian yang tinggi termasuk bahasa mereka.
Ini diperkukuhkan dengan dasar menggunakan bahasa Inggeris sebagai bahasa pengantar dalam sistem persekolahan. Dalam keadaan Bahasa Melayu menerima tekanan, kesusasteraan Melayu terus dihasilkan, bukan oleh cendiakawan berpendidikan barat tetapi cerdik pandai lulusan sekolah Melayu atau Arab.
Kemerosotan Bahasa Melayu tidak berterusan. Pada awal abad ke-20, semangat kebangsaan bergema dan orang-orang Melayu mula mengorak langkah untuk memperjuangkan bahasa ibunda mereka. Wartawan, sasterawan, budayawan, guru-guru Melayu dan ahli-ahli politik berganding bahu memperjuangkan cita-cita ini. Akhbar dan majalah menjadi saluran utama untuk menyuarakan hasrat ini. Perjuangan Bahasa Melayu digerakkan serentak dengan perjuangan politik membebaskan tanah air daripada penjajahan.
Akhirnya kejayaan tercapai dengan termaktubnya Artikel 152 dalam Perlembagaan Persekutuan Tanah Melayu, yang menyebut bahawa “Bahasa Kebangsaan negara ini adalah Bahasa Melayu dan hendaklah ditulis dalam apa-apa tulisan sebagaimana yang diperuntukan dengan undang-undang Parlimen”. Dengan perakuan ini, maka bermulalah era baru bagi Bahasa Melayu, satu bahasa yang pernah menjadi lingua franca bagi seluruh Kepulauan Melayu.
Melayu merujuk kepada mereka yang bertutur bahasa Melayu dan mengamalkan adat resamorang Melayu. Perkataan Melayu mungkin berasal daripada nama sebuah anak sungai yang bernama Sungai Melayu di hulu Sungai Batang Hari, Sumatera. Di sana letaknya “Kerajaan Melayu” sekitar 1500 tahun dahulu sebelum atau semasa adanya Kerajaan Srivijaya. Sehubungan itu, dari segi etimologi, perkataan “Melayu” itu dikatakan berasal daripada perkataan Sanskrit “Malaya” yang bermaksud “bukit” ataupun tanah tinggi. [9] Ada juga sumber sejarah yang mengatakan bahawa perkataan “Melayu” berasal dari “Sungai Melayu” di Jambi.
EtimologiIstilah “Melayu” ditakrifkan oleh UNESCO pada tahun 1972 sebagai suku bangsa Melayu diSemenanjung Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Madagaskar. Bagaimanapun menurutPerlembagaan Malaysia, istilah “Melayu” hanya merujuk kepada seseorang yang berketurunan Melayu yang menganut agama Islam. Dengan kata yang lain, bukan semua orang yang berketurunan daripada nenek moyang Melayu adalah orang Melayu.
Istilah “Melayu” untuk merujuk kepada nama bangsa atau bahasa adalah suatu perkembangan yang agak baru dari segi sejarah, iaitu setelah adanya Kesultanan Melayu Melaka.[11] Walaupun demikian, tidaklah sehingga abad ke-17 bahawa istilah “Melayu” yang merujuk kepada bangsa semakin digunakan secara meluas. Sebelum itu, istilah “Melayu” hanya merujuk kepada keturunan raja Melayu dari Sumatera sahaja.[11]
Penggunaan istilah “Melayu” muncul buat pertama pada kira-kira 100-150 Masihi dalam karyaPtolemy, Geographike Sintaxis, yang menggunakan istilah “maleu-kolon”. G. E. Gerini menganggap istilah itu berasal daripada perkataan Sanskrit, iaitu malayakom atau malaikurram, yang merujuk kepada Tanjung Kuantan di Semenanjung Malaysia. Sebaliknya, Roland Bradell menganggap tempat itu merujuk kepada Tanjung Penyabung.
Istilah Malaya dvipa muncul dalam kitab Purana, sebuah kitab Hindu purba, yang ditulis sebelum zaman Gautama Buddha sehingga 500 Masihi. Dvipa bermaksud “tanah yang dikelilingi air” dan berdasarkan maklumat-maklumat yang lain dalam kitab itu, para pengkaji beranggapan bahawaMalaya dvipa ialah Pulau Sumatera.
Istilah “Mo-lo-yu” juga dicatat dalam buku catatan perjalanan pengembara Cina pada sekitar tahun644-645 Masihi semasa zaman Dinasti Tang. Para pengkaji bersependapat bahawa perkataan “Mo-lo-yo” yang dimaksudkan itu ialah kerajaan yang terletak di Jambi di Pulau Sumatera, serta jugaSriwijaya yang terletak di daerah Palembang.[11]
[sunting] Masalah dalam penakrifan orang MelayuPenakrifan orang Melayu merupakan satu pekerjaan yang sukar. Sekiranya menurut penakrifan orang Melayu sebagai orang yang bertutur dalam Bahasa Melayu, penakrifan ini merangkumi kebanyakan orang di Malaysia, Indonesia, dan sebahagian dari negeri Thai dan Filipina. Tetapi, apa yang menjadi masalahnya, di Indonesia, orang Melayu hanya merupakan salah satu daripada beratus-ratus kaum/suku di negara itu. Lebih-lebih lagi, warga Indonesia lebih suka mengenali diri mereka sebagai orang Indonesia dan mengenali bahasa mereka sebagai bahasa Indonesia. Walaupun demikian, secara amnya terdapat dua jenis penakrifan untuk menentukan sama ada seseorang itu orang Melayu. Iaitu:
Penakrifan undang-undang
Penakrifan antropologi
[sunting] Penakrifan undang-undangDi negara Malaysia, orang Melayu didefinisikan menurut perlembagaan dalam pekara 160(2). Menurut perkara ini, orang Melayu ditakrifkan sebagai [12]:
Lahir sebelum hari merdeka sama ada di Persekutuan Tanah Melayu (Malaya) atau diSingapura atau pada hari merdeka, dia bermastautin di Persekutuan atau di Singapura.
Takrifan undang-undang ini adalah ditetapkan demi keperluan politik di negara Malaysia. Maka dengan itu, ia adalah tidak menepati hakikat di mana sebenarnya terdapat juga orang Melayu yang bermastautin di luar Persekutuan Malaysia. Contohnya di selatan Thailand terdapat juga kelompok manusia yang bertutur dalam Bahasa Melayu dan mengamalkan budaya orang Melayu.
[sunting] Penakrifan antropologiMenurut Syed Husin Ali yang merupakan ahli antropologi di negara Malaysia, orang Melayu itu dari segi zahirnya, lazimnya berkulit sawo matang, berbadan sederhana besar serta tegap dan selalu berlemah lembut serta berbudi bahasa. [13] Dari segi etnologi, Melayu bermakna kelompokmasyarakat yang mengamalkan sistem kemasyarakatan dwisisi dan kegenerasian yang termasuk dalam bangsa Mongoloid.[14]
[sunting] Asal usul bangsa MelayuAsal usul bangsa Melayu merupakan sesuatu yang sukar ditentukan. Walaupun terdapat beberapa kajian dilakukan untuk menjelaskan perkara ini, tetapi kata sepakat antara para sarjana belum dicapai. Secara amnya terdapat 2 teori mengenai asal-usul bangsa Melayu iaitu:
Selain itu ada juga pendapat yang mengusulkan bahawa orang Minangkabau itu berasal daripada pengikut Nabi Nuh, iaitu bangsa Ark yang mendarat di muara Sungai Jambi dan Palembang, semasa banjir besar berlaku di bumi. Tetapi pendapat ini masih belum mendapat bukti yang kukuh.
Teori ini disokong oleh beberapa sarjana seperti R.H Geldern, J.H.C Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slametmuljana dan juga Asmah Haji Omar. Secara keseluruhannya, alasan-alasan yang menyokong teori ini adalah seperti berikut:
Kapak Tua yang mirip kepada Kapak Tua di Asia Tengah ditemui di Kepulauan Melayu. Perkara ini menunjukkan adanya migrasi penduduk dari Asia Tengah ke Kepulauan Melayu.
Adat resam bangsa Melayu mirip kepada suku Naga di daerah Assam (berhampiran dengan sempadan India dengan Myanmar).
Bahasa Melayu adalah serumpun dengan bahasa di Kemboja. Dengan lebih lanjut lagi, penduduk di Kemboja mungkin berasal dari dataran Yunnan dengan menyusuri Sungai Mekong. Perhubungan bangsa Melayu dengan bangsa Kemboja sekaligus menandakan pertaliannya dengan dataran Yunan.
Teori ini merupakan teori yang popular yakni diterima umum. Contohnya, dalam buku TeksPengajian Malaysia,[15] adapun menyatakan “nenek moyang” orang Melayu itu berasal dari Yunan.
Berdasarkan teori ini, dikatakan orang Melayu datang dari Yunnan ke Kepulauan Melayu menerusi tiga gelombang yang utama, yang ditandai dengan perpindahan Orang Negrito, Melayu Proto, dan juga Melayu Deutro. Berikut adalah huraiannya.
[sunting] Orang NegritoOrang Negrito merupakan penduduk paling awal di Kepulauan Melayu. Mereka diperkirakan ada di sini sejak 1000 SM berdasarkan penerokaan arkeologi di Gua Cha, Kelantan. Daripada orang Negrito telah diperturunkan orang Semang yang mempunyai ciri-ciri fizikal berkulit gelap, berambut keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, serta saiz badan yang pendek.
[sunting] Melayu ProtoPerpindahan orang Melayu Proto ke Kepulauan Melayu diperkirakan berlaku pada 2,500 SM. Mereka mempunyai peradaban yang lebih maju daripada orang Negrito, ditandai dengan kemahiran bercucuk tanam. Terdapat satu lagi persamaan antara Melayu Proto dimana dikenali sebagai Melayu Negosiddek dimana kebanyakan terdapat disebuah pulau yang dikenali sebagai Pinang. Melayu Negosiddek ini mahir dalam bidang lautan tetapi tidak pandai berenang.
[sunting] Melayu DeutroPerpindahan orang Melayu Deutro merupakan gelombang perpindahan orang Melayu kuno yang kedua yang berlaku pada 1,500 SM. Mereka merupakan manusia yang hidup di pantai dan mempunyai kemahiran berlayar.
[sunting] Teori NusantaraTeori ini didukung oleh sarjana-sarjana seperti J.Crawfurd, K.Himly, Sutan Takdir Alisjahbana dan juga Gorys Keraf. Teori ini adalah disokong dengan alasan-alasan seperti di bawah:
Bangsa Melayu dan bangsa Jawa mempunyai tamadun yang tinggi pada abad ke-19. Taraf ini hanya dapat dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Perkara ini menunjukkan orang Melayu tidak berasal dari mana-mana, tetapi berasal dan berkembang di Nusantara.
K.Himly tidak bersetuju dengan pendapat yang mengatakan bahawa Bahasa Melayu serumpun dengan Bahasa Champa. Baginya, persamaan yang berlaku di kedua-dua bahasa adalah satu fenomena “ambilan”.
Manusia kuno Homo Soloinensis dan Homo Wajakensis terdapat di Pulau Jawa. Penemuan manusia kuno ini di Pulau Jawa menunjukkan adanya kemungkinan orang Melayu itu keturunan daripada manusia kuno tersebut yakni berasal daripada Jawa dan mewujudkan tamadun bersendirian.
Teori ini merupakan teori yang kurang popular khususnya di negara Malaysia.
[sunting] Kekeluargaan orang MelayuRencana utama: Adat berserumah tangga Melayu Sistem kekeluargaan Melayu mempunyai ciri-ciri yang agak fleksibel. Ciri-ciri ini terlihat dalam perkahwinan Melayu yang boleh berbentuk matrilokal atau patrilokal, monogami atau poligami. Lebih-lebih lagi, perkembangan keluarga mempunyai beberapa variasi. Dalam sistem ini, keluarga boleh bercerai dan bergabung sekiranya berlaku perceraian ibu bapa dan perkahwinan semula. Malah bukan semua keluarga akan mengalami perkembangan kepada keluarga luas yakni sebuah keluarga (yang mendiami sebuah rumah) mempunyai golongan 3 generasi. Kelahiran cucu mungkin membawa kepada perkembangan ini tetapi juga mungkin membawa kepada perpecahan keluarga dengan perginya ibu bapa yang baru demi mencari ruangan yang baru di luar rumah untuk keluarganya yang mengalami penambahan ahli. Di samping itu, faktor yang menyebabkan seorang anak mewarisi rumah ibu-bapa mereka juga tidak menentu dan ia mungkin disebabkan oleh desakan ekonomi dan alasan-alasan yang lain.
[sunting] Perkahwinan orang MelayuRencana utama: Adat resam kahwin Melayu Orang Melayu amat beradat. Perkahwinan mereka secara umumnya terbahagi kepada lima peringkat istiadat: merisik, melamar, bertunang, bernikah dan bersanding.
[sunting] Melayu kacukanOleh kerana Nusantara Melayu adalah tempat perdagangan dan pernah dijajah oleh kuasa Eropah, banyak orang Melayu berkahwin campur dengan bangsa asing dan anak mereka dikenali sebagai Melayu Kacukan. Sesetengah mereka ada mempunyai kemiripan orang Melayu dan yang lain tidak ternyata dan susah hendak dikatakan. Di antara masyarakat Melayu Kacukan yang terkenal adalahMelayu Eropah, Melayu India dan Melayu Arab.
Manakala pautan ke Petikan di sediakan olih : hazaldin tbkl.